Penusuk Sate
Malam itu benar-benar syahdu. Bukan gimik syahdu tapi benar-benar syahdu. Aku berjalan melewati dedaunan dengan angin yang berlarian kesana kemari. Entah bintang atau kunang-kunang, mereka benar-benar bertebaran di udara. Suara air mengalir dari sungai yang entah dimana. Lampu kuning berjajar tergantung di tiap sudut rumah. Ini seperti malam pinterest yang enggan sekali untuk dilewatkan.
Dibawah pohon besar, kulihat beberapa lelaki sedang menusuk sate. Wajah mereka sumringah penuh kehangatan. Ada muka Faisal, Iyek, suamiku, Kresno, Farid, Anan dan Cimeng sedang asik berbincang ria dengan daging mentah di tangannya. Jangan tanya dimana Ignaz, dia pasti sedang tidur di goa. Mereka menusuk sate sambil mengamati gerlapnya cahaya diatas kepala. Mataku berkaca-kaca. Aku tahu ini mimpi. Aku tahu ini memori masa lalu yang sangat aku rindukan. Memori kos lama yang sangat melekat di pikiranku. Aku merindukan bau sate di kos oren, bersama angkatanku.
Aku tahu kenapa aku bermimpi mereka. Semalam baru saja aku mengucapkan selamat menikah kepada Faisal, salah satu dari si penusuk sate. Di kos oren, Kami hidup bersama di satu atap lebih dari 3 tahun. Kemudian satu persatu pergi, dari yang perginya karena sudah memiliki suami atau istri, sampai yang pergi dengan alasan mutasi. Masih teringat jelas suara hentakan kaki cimeng yang tiba-tiba mendorong pintu kamarku dan kutahan kuat-kuat supaya kamarku tidak menjadi bahan olok-olokan. Masih teringat juga suara keyboard kamar dua yang bermain tengah malam, kamar satu yang terpantau homo, dan kamar tiga yang penghuninya cepat sekali bergonta ganti dari mas bimo berubah menjadi boli. Oiya, jangan lupakan kamar lima yang penghuninya suka ote-ote memamerkan ototnya yang sudah hampir mengkerut. Tidak lupa juga aroma gosong dimana kamar delapan lupa mematikan kompor dan hampir menghanguskan Ignaztoni. Kos orenpun damai sejahtera tidak lain dan tidak bukan karena semua itu diramaikan oleh pisuhane abang kamar enam dan sepuluh saat bermain mobile legend di pukul tiga pagi. (Kenapa ga diurutin sih nyebutin kamarnya? Ya terserah aku kan aku bukan nabi boy). Masih teringat jelas tangisanku ketika elfa tidak lagi di kos oren. Elfa dan Deanopi mutasi meninggalkanku sendiri di seksi. Aku benar benar merengek ke suami setiap hari meminta mereka kembali, meskipun tidak mungkin, hah?
Satu persatu pergi meninggalkan Om Ari. Ignazpun tertinggal sendiri. Ya, setelah hampir tujuh tahun berlalu, tinggal aku dan Ignaz yang masih mengerami Parepare. Tidak kusangka aku dan dia adalah kandidat terakhir dari angkatan kita yang belum juga meninggalkan kota lucu penuh lampu ini. Semoga kelak Ignaz segera menikah bisa pergi juga.
#ditulis di pagi buta karena bangun dari mimpi, mungkin aku laper pengen sate.
Komentar
Posting Komentar