Penusuk Sate
Malam itu benar-benar syahdu. Bukan gimik syahdu tapi benar-benar syahdu. Aku berjalan melewati dedaunan dengan angin yang berlarian kesana kemari. Entah bintang atau kunang-kunang, mereka benar-benar bertebaran di udara. Suara air mengalir dari sungai yang entah dimana. Lampu kuning berjajar tergantung di tiap sudut rumah. Ini seperti malam pinterest yang enggan sekali untuk dilewatkan. Dibawah pohon besar, kulihat beberapa lelaki sedang menusuk sate. Wajah mereka sumringah penuh kehangatan. Ada muka Faisal, Iyek, suamiku, Kresno, Farid, Anan dan Cimeng sedang asik berbincang ria dengan daging mentah di tangannya. Jangan tanya dimana Ignaz, dia pasti sedang tidur di goa. Mereka menusuk sate sambil mengamati gerlapnya cahaya diatas kepala. Mataku berkaca-kaca. Aku tahu ini mimpi. Aku tahu ini memori masa lalu yang sangat aku rindukan. Memori kos lama yang sangat melekat di pikiranku. Aku merindukan bau sate di kos oren, bersama angkatanku. Aku tahu kenapa aku bermimpi merek...